A. METANA
Metana merupakan gas yang terbentuk dari proses dekomposisi anaerob sampah organik yang juga sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca yang mempunyai efek 20-30 kali lipat dibandingkan dengan gas CO2, total produksi metana bergantung kepada komposisi sampah yang secara teoritis bahwa setiap kilogram sampah dapat memproduksi 0.5 m3 gas metana, kontribusinya dalam efek pemanasan global sebesar 15 persen. Metana yang dilepas ke atmosfer lebih banyak berasal dari aktifitas manusia (anthropogenic) daripada hasil dari proses alami. Termasuk pembakaran biomassa dan beberapa kegiatan yang berasal dari dekomposisi bahan organik dalam keadaan anaerob.
Metana terbentuk sebagai hasil metabolisme jasad renik di dasar rawa, dalam lambung manusia dan hewan serta dalam tumpukan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Selain itu pembakaran bahan organik juga menghasilkan metana. Metana diemisikan dari TPA sebagai hasil dekomposisi anaerobik sampah organik. Metana yang terbentuk berpindah dalam sampah secara horizontal dan vertikal dan akhirnya lepas ke atmosfer. TPA adalah sumber antropogenik metana dan memberikan kontribusi secara global sebesar 20-60 Tg metana per tahun. Jumlah metana yang diemisikan oleh negara maju dan negara berkembang berbeda. Secara global kira-kira 66% emisi metana dari TPA berasal dari negara-negara maju, 15% dari negara-negara transisi secara ekonomi dan 20% dari negara-negara berkembang.
Aktifitas mikroba dalam landfill menghasilkan gas-gas CH4 dan CO2 yang terbentuk pada tahap awal pengoperasian landfill (aerobik). Pada tahap selanjutnya landfill menghasilkan gas metan (anaerobik). Dalam mendisain landfill perlu disiapkan sistem penanganan gas yang eksplosif ini. Gas metana lebih ringan dari udara oleh karenanya ia akan bergerak dari dalam landfill ke arah atas hingga tertahan oleh bahan yang impermeable dan kemudian bergerak secara lateral hingga ditemukan celah untuk lolos ke permukaan landfill. Banyak cara pengeluaran gas metan ini diantaranya adalah menggabungkannya dengan pengeluaran leachate atau memasang ventilasi berupa pipa-pipa perforasi. Pembentukan metan dalam landfill melibatkan proses reaksi yang kompleks. Secara sederhana, proses pembentukan metan dari bahan selulosik adalah:
(C6H10O5)x + H2O C6H12O6 hidrolisa
C6H12O6 3 CH3CO2H pembentukan asam
CH3CO2H CH4 +CO2 pembentukan metan
Laju pembentukan metan di antara landfill sangat bervariasi. Perkiraan produksi gas metan dari landfill biasanya didasarkan pada landfill-landfill yang telah ada. Faktor empiris yang banyak digunakan dalam memperkirakan produksi metan dalam suatu landfill adalah 200-600 kaki kubik per menit per juta ton limbah dalam landfill mulai antara satu hingga dua tahun setelah penimbunan sampah. Walaupun komposisi gas landfill bervariasi dari satu landfill ke landfill lainnya, terdapat kemiripan tertentu. Dalam tahap-tahap awal dekomposisi sampah gas hasil mengandung sebagian besar karbon dioksida. Pada saat proses pembentukan gas metan mulai dominan, gas hasil akan berangsur-angsur menjadi kaya gas metan hingga suatu kondisi di mana produksi metan yang relatif konstan tercapai. Sejak produksi gas metan mulai konstan dan selanjutnya, gas akan mempunyai kandungan metan antara 45-55% dan 45-50% karbon dioksida.
Konsentrasi kombinasi metan-CO2 seringkali mencapai harga 99%, konsentrasi sisanya adalah gas-gas lain dalam jumlah kecil. Jenis gas-gas yang disebut terakhir ini juga sangat bervariasi dan kadang-kadang merupakan suatu hal yang kritikal karena sifat korosif, toksik ataupun baunya. Gas hidrogen dalam jumlah cukup berarti juga didapatkan dalam gas landfill walaupun biasanya hanya terjadi dalam waktu singkat sebelum tercapainya tahap fermentasi anaerobik. Hal ini kemungkinan terjadi karena ketidakseimbangan aktivitas mikroorganisme asetogenik dan metanogenik. Gas H2S dalam jumlah banyak jarang ditemui dalam gas landfill karena biasanya kandungan sulfur dalam limbah padat terlampu rendah untuk terbentuknya gas H2S. Gas landfill mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 BTU/scf.
Peningkatan konsentrasi metana disebabkan oleh laju emisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju rosot metana. Metana berada di atmosfer dalam jangka waktu 7-10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3°C per tahun. Emisi metana dapat dinyatakan setara dengan emisi karbondioksida yang direduksi. Jumlah emisi metana yang telah tereduksi dapat dikonversikan menjadi sejumlah karbondioksida dengan menggunakan Nilai Potensi Pemanasan Global (Global Warming Potential) sebesar 24,5 (Nengsih, 2002).
B. DAMPAK METANA TERHADAP LINGKUNGAN
Kelompok gas rumah kaca termasuk metana dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam skala regional dan global. Perubahan yang berskala regional adalah terjadinya deposisi asam (hujan asam), sedangkan perubahan yang berskala global adalah perubahan iklim global, dan penipisan lapisan ozon atmosfer. Hal ini terjadi ketika konsentrasi GRK memerangkap radiasi sinar matahari sehingga mempengaruhi iklim dalam abad-abad mendatang. Masing-masing GRK memiliki sifat penyerapan radiasi sinar yang berbeda yang disebut spektrum adsorpsi. GRK yang dapat menyerap radiasi sinar infra merah dengan sangat intensif dapat dengan sangat mudah meningkatkan suhu dan berarti mempunyai potensi yang besar dalam pemanasan global, serta lamanya waktu tinggal di atmosfer, metana mempunyai potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari karbon dioksida tetapi mempunyai waktu tinggal lebih cepat yaitu 10 tahun sedangkan karbon dioksida 50-200 tahun.
Akibat dari perubahan iklim yang salah satunya disebabkan oleh konsentrasi GRK termasuk metana maka di beberapa tempat atau ekosistem atau masyarakat akan sangat rentan menghadapi perubahan tersebut. Ekosistem alami seperti terumbu karang juga sangat peka terhadap kenaikan suhu, apalagi jika kenaikan tersebut permanen, peristiwa El Nino dan El nina pada tahun 1997 banyak terumbu karang di Asia Tenggara mengalami pemutihan (bleaching), jika pemanasan suhu air laut terus berlangsung, maka pemulihannya akan sulit terjadi.
Keadaan iklim yang berubah akan mengakibatkan besaran dan distribusi air juga akan mengalami perubahan dan dalam jangka panjang kelestarian sumber daya air memerlukan perhatian yang serius. Tempat- tempat yang kering seperti Afrika akan mengalami kekeringan yang lebih hebat, sementara tempat-tempat basah seperti sebagian besar daerah tropis akan mengalami kondisi lebih basah. Peningkatan suhu yang besar terjadi pada daerah lintang tinggi, sehingga akan menimbulkan berbagai perubahan lingkungan global yang terkait dengan pencairan es di kutub, distribusi vegatasi alami, dan keanekaragaman hayati. Sementara itu, daerah tropis atau lintang rendah akan terpengaruh dalam hal produktivitas tanaman, distribusi hama dan penyakit tanaman dan manusia. Peningkatan suhu pada gilirannya akan mengubah pola dan distribusi curah hujan. Kecenderungan yang terjadi adalah bahwa daerah kering akan menjadi kering dan daerah basah akan menjadi semakin basah.
C. STRATEGI PENANGANAN PENGURANGAN EMISI METANA
Strategi penanganan dengan tindakan-tindakan yang telah dilakukan ataupun sedang dirumuskan, akan mempunyai suatu kontribusi yang sangat signifikan bagi pengurangan gas metana, setidaknya kita telah bertindak dan bergerak bukan hanya termangu melihat bumi makin lama akan menuju kepunahan oleh ulah manusia. Memang, sudah banyak upaya yang dilakukan oleh semua orang dari pemerintah daerah, pusat, dunia, ilmuwan, masyarakat dari berbagai tingkatan. Mereka mulai dari mengadopsi satu pot tanaman yang dapat memberikan oksigen yang cukup untuk enam orang dalam satu ruangan. Tanaman itu pun berfungsi sebagai penampung air dan fungsi ekologis yang penting. Lalu, banyak orang juga sudah bergabung dan mendukung organisasi-organisasi pemerhati lingkungan, menghemat energi dengan mematikan lampu di saat tidur atau tidak diperlukan, melakukan reduce reuse, recycle , di rumah.
Kesadaran bertindak masyarakat dunia telah bergerak sejak lama dari konferensi the World Climate di Geneva yang diadakan pada tahun 1979 dengan hasil didirikannya the World Climate programme dibawah the World Metereological Organization, UNEP, UNIESCO dan ICSU sampai Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim yang diadakan di Bali-Indonesia pada tanggal 3-14 Desember 2007, perjalanan selama 28 tahun diharapkan akan berdampak kepada pemulihan dunia secara perlahan-lahan.
a. REDUCE, REUSE, RECYCLE
Penerapan konsep 3R setidaknya dapat mengurangi produksi metana kurang lebih tiga kali yang berasal dari landfill. Pengertian dari reduce yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah yang berasal dari sumbernya, contohnya ketika belanja membawa kantong/keranjang dari rumah, mengurangi kemasan yang tidak perlu, menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang, misalnya bungkus nasi menggunakan daun pisang atau daun jati. Sedangkan pengertian dari istilah reuse (guna ulang) yaitu kegiatan penggunaan kembali sampah yang masih dapat digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain, contohnya berupa botol bekas minuman dirubah fungsi jadi tempat minyak goreng, ban bekas dimodifikasi jadi kursi dan pot bunga. Pengertian dari istilah recycle (mendaur ulang) yaitu mengolah sampah menjadi produk baru, contohnya sampah kertas diolah menjadi kertas daur ulang/kertas seni/campuran pabrik kertas, sampah plastik kresek diolah menjadi kantong kresek.
b. KOMPOSTING
Proses penanganan pengurangan emisi metana dapat dilakukan dengan menggunakan metode kompos. Pada proses pengomposan akan terjadi proses penguraian aerob yang tidak menghasilkan gas metana, sehingga metode ini akan mengurangi emisi metana ke dalam atmosfer. Pada penelitian Nengsih (2002), terlihat bahwa dengan melakukan pengomposan dengan laju produksi 15 persen per tahun maka produksi gas metana dapat berkurang sebesar 4000-5000 ton. Hal ini merupakan salah satu metode yang efektif jika diterapkan.
Pengomposan merupakan upaya pengolahan limbah yang sekaligus mendapatkan bahan-bahan komops yang dapat berfungsi untuk menyuburkan tanah. Metode ini mempunyai prinsip dasar menurunkan atau mendegradasi bahan-bahan organik secara terkontrol menjadi bahan-bahan anorganik dengan menggunakan mikroorganisme. Agar pertumbuhan mikroorganisme dapat berjalan optimum, maka diperlukan beberapa kondisi yang harus dikontrol diantaranya suhu dan kelembaban udara.
c. WASTE TO ENERGY & BIOGAS
Sampah masih memiliki kandungan energi yang besar. Pada sampah organik berupa sisa tumbuhan, energi itu berasal dari matahari yang ditangkap oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosintesis. Sampah organik berupa plastik mengandung energi yang berasal dari bahan bakar minyak, batu bara dan gas yang digunakan dalam proses sintesis zat kimia sederhana menjadi zat kimia yang kompleks. Energi dalam sampah organik, baik yang berupa sisa tumbuhan, maupun sisa bahan berupa zat kimia sintetik dapat dibebaskan lagi dengan pembakaran. Energi yang dibebaskan itu dapat digunakan untuk memanaskan air dalam boiler dan uap yang terbentuk digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik. Terjadilah konversi sampah jadi energi (waste-to-energy).
Pada prinsipnya sampah itu digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM, gas atau batubara. Teknologi sampah-jadi-energi ialah dengan pembusukan sampah secara anaerobik untuk menghasilkan gas metana. Gas metana (biogas) yang terbentuk dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik. Dalam proses ini metana diubah menjadi CO2 yang potensi pemanasan globalnya adalah 1/20 metana. Metana sampah untuk pembangkitan listrik telah dimanfaatkan oleh berbagai negara untuk berdagang karbon dalam kerangka Protokol Kyoto, misalnya Romania, Brasil, India dan Mesir.
d. CDM (Clean Development Mechanism)
Merangsang pembangunan berkelanjutan, CDM memberikan rangsangan pada pembangunan berkelanjutan dan pengurangan emisi, dengan memberikan negara-negara industri fleksibilitas dalam mencapai target reduksi emisinya.
• Pengurangan emisi di negara-negara berkembang, mekanisme ini memberikan projek pengurangan emisi di negara-negara berkembang untuk mendapatkan sertifikat unit pengurangan emisi yang mempunyai ekivalen dengan 1 ton CO2. Selanjutnya partisipan tersebut dapat menjualnya kepada pembeli dari negara-negara industri. Ragam projek ini dari ladang angin (wind farms) hingga pembangkit listrik tenaga air dan juga termasuk proyek efisiensi energi. Proyek ini harus mempunyai kualifikasi dalam perancangan proses registrasi yang ketat untuk memastikan kebenaran, tingkat pengurangan emisi yang dapat terjadi bila tanpa adanya proyek ini.
• Program Pertumbuhan, skema kredit dan investasi pertama di dunia dalam bidang ini, diawasi oleh pejabat eksekutif, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada negara-negara yang telah meratifikasi Protokol Kyoto. Sekitar 645 proyek (pada 2 mei 2007) telah didaftarkan oleh lebih dari 44 negara, meliputi banyak sektor, dari energi terbarukan hingga pertanian dan industri kosmetik. proyek-proyek ini diharapkan dapat mengumpulkan 810 juta CERs (certified emission reduction) pada akhir periode komitmen pertama pada tahun 2012. ketika proyek dibidang pipeline disetujui, angka CERs yang diharapkan dapat mencapai 1.9 miliar.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007a. Buku Panduan Mengelola Sampah Rumah Tangga dengan Prinsip 4R. Jakarta.
----. 2007b. Solid Waste Contribution Toward the Global Warming. Jakarta.
----. 2007c. Sekilas Tentang Perubahan Iklim. Jakarta.
----. 2008. Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka. Jakarta.
Nengsih, Fitria. 2002. Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Pengomposan Sampah Padat Perkotaan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global diakses pada tanggal 20 April 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca diakses pada tanggal 20 April 2009.
http://maps.grida.no/go/graphic/contribution-from-waste-to-climate-change diakses pada 19 April 2009.
http://www.globalwarmingart.com/wiki/Glacier_Gallery diakses pada tanggal 19 April 2009.
Murdiyarso, D. 2003. CDM : Mekanisme Pembangunan Bersih. Kompas. Jakarta.
Murtadho, D dan E Gumbira Said. 1988. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat. PT. Melton Putra. Jakarta.
Nathanson, J. A. 1997. Basic Environmental Technology : Water Supply, Waste Management and Pollution Control. Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.
Sukowati Andria. 2002. Perubahan Lingkungan Global, Penipisan Lapisan Ozon dan Gas Rumah Kaca. KLH – Jakarta.
NB: Makalah dalam tugas Teknologi Pengolahan Limbah Padat dan B3 (Pascasarjana TIP-IPB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar